senang blog ini, klik this advertisement

Selasa, 23 Maret 2010

luka, komplikasi dan pengkajian

contoh kasus :

Tn. Riko (20 th) mahasiswa di salah satu PTS di Bandung. Klien mengalami tabrakan ketika sedang mengendarai sepeda motor dan abdomennya mengenai pagar pembatas jalan. Klien di bawa ke RS dan langsung di laparatomy. Klien 9 hari post ops dan tampak dari luka keluar pus, jahitan sudah dibuka selang-seling dan tampak terbuka. Dari hasil laboratorium didapatkan nilai albumin 2,1 mg%, HB 9 gr/dl, Ht 33.


istilah yang tidak dimengerti :

§ Bedah Laparatomi

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen (Spencer). Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (1997), bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi / splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatorni adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektoini total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salpingo­-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih.

Ada 4 (empat) cara, yaitu :

· Midline incisión, panjang ± 12,5 cm.

· Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah

· Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

· Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian 4 cm di atas anterior spina iliaka, misalnya; pada operasi ± bawah appendictomy. (Sjamsuhidajat R, Jong WD)

Indikasi :

· Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar.

· Peritonitis

· Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding)

· Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

· Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997)

Komplikasi :

· Ventilasi paru tidak adekuat

· Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.

· Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

· Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

§ Post ops: keadaan pasca operasi

· Post Laparatomi

Perawatan post Laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. (Long B.C, 1996)

Tujuan perawatan post Laparatomi

a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

b. Mempercepat penyembuhan.

c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.

d. Mempertahankan konsep diri pasien.

e. Mempersiapkan pasien pulang.

Komplikasi post Laparatomi (Himawan, S, 1996)

1. Tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.

2. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang palingsering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.

3. Dehisensi luka atau eviserasi.

Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan

§ Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.

§ Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.

§ Pencegahan infeksi.

§ Pengembalian Fungsi fisik.

§ Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

§ Latihan-latihan fisik : Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi. Pembersihan luka

§ Pus : cairan yang kaya protein hasil proses peradangan yang terbentuk dari sel (leukosit), cairan encer (liquor puris), dan debris selular.

§ Albumin adalah salah satu jenis protein darah yang diproduksi di hati (hepar). Saat Hati normal mampu memproduksi 11-15 gr Albumin/ hari. Bahkan ia merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen.Sedangkan nilai normal dalam darah sekitar 3.5 sampai 5 g/dL

Nilai albumin: % dari total 56-74 % (SI: 0,56-0,74) => peningkatan pada tingkat albumin saja dapat sebagai akibat lesi pada pleksus koroid atau sumbatan terhadap aliran CSS.

§ Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasien :

Ø Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl

Ø Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl

Ø Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl

Ø Anak anak : 11-13 gram/dl

Ø Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl

Ø Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl

Ø Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl

Ø Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl

§ Biasanya kadar hematokrit normal berkisar antara 3 kali nilai Hb.



pengertian luka : Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.

v Luka berdasarkan tingkat kontaminasi terhadap luka :

1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

v Luka berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :

1. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

2. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

3. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

v Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :

1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.

2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

C. Proses penyembuhan luka :

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling),kemerahan (redness), panas (heat), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function).

Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :

1. Fase Inflamasi

adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding),local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase Proliferatif

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus)

D. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :

1. Usia

- penuaan dapat menggangu semua tahap penyembuhan luka

- perubahan vaskuler menggangu sirkulasi ke daerah luka

- penurunan fungsi hati menggangu sintesis faktor pembekuan

- respon inflamasi lambat

- pembekuan antibodi dan limfosit menurun

- jaringan kolagen kurang lunak

- jaringan parut kurang elastis

2. Infeksi

Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.

3. Hipovolemia

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

4. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

5. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).

6. Iskemia

Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada

bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

7. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh. Penyakit kronik menyebabkan timbulnya penyakit pembuluh darah kecil yang dapat mengganggu perfusi jaringan. Diabetes menyebabkan hemoglobin memiliki afinitas yang lebih besar untuk oksigen, sehingga hemoglobin gagal melepaskan oksigen ke jaringan. Hiperglikemia mengganggu kemampuan leukosit untuk melakukan fagositesis dan juga mendorong pertumbuhan infeksi jamur dan ragi yang berlebihan.

8. Pengobatan

· Steroid : dapat menurunkan respon inflamasi dan memperlambat sintesis kolagen

· Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

· Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. Jika penggunaan antibiotik dalam waktu lama dapat meningkatkan resiko terjadinya superinfeksi.

9. Malnutrisi

· Semua fase penyembuhan luka terganggu.

· Stress akibat luka atau trauma yang parah akan meningkatkan kebutuhan nutrisi

10. Obesitas

Jaringan lemak kekurangan suplai darah untuk melawan infeksi bakteri dan untuk mengirimkan nutrisi serta elemen selular yang berguna dalam penyembuhan luka.

11. Gangguan oksigenasi

Tekanan oksigen arteri yang rendah akan menggangu sintesis kolagen dan pembentukan sel epitel. Jika sirkulasi lokal aliran darah buruk, jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan. Penurunan Hb dalam darah (anemia) akan mengurangi tingkat oksigen arteri dalam kapiler dan mengganggu perbaikan jaringan.

12. Merokok

Merokok dapat mengurangi jumlah Hb fungsional dalam darah sehingga menurunkan oksigenasi jaringan. Merokok juga dapat meningkatkan agregasi trombosit dan menyebabkan hiperkoagulasi. Selain itu, merokok dapat menggangu mekanisme sel normal yang dapat meningkatkan pelepasan oksigen ke dalam jaringan.

13. Radiasi

Proses pembentukan jaringan parut vaskular dan fibrosa akan terjadi pada jaringan kulit yang tidak teradiasi. Radiasi juga dapat mengakibatkan mudah rusaknya jaringan dan juga kekurangan oksigen.

14. Stress luka

Muntah, distensi abdomen dan usaha pernapasan dapat menimbulkan stress pada jahitan operasi dan merusak lapisan luka. Tekanan mendadak yang tidak terduga pada luka insisi akan menghambat pembentukan sel endotel dan jaringan kolagen.

E. Pembersihan luka

Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik untuk memasukan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka (AHCPR, 1994). Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan membuang kontaminan yang mungkin menjadi sumber infeksi. Namun, jika dilakukan dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan, dapat menimbulkan perdarahan dan cedera yang lebih lanjut.

Obat-obatan topical untuk membersihkan luka. Menurut AHCPR 1994, cairan pembersih yang dianjurkan adalah cairan salin normal. Salin normal merupakan cairan fisiologis dan tidak akan membahayakan jaringan luka. Banyak obat-obatan topical yang dulu digunakan untuk menbersihkan luka, seperti larutan yodium-povidon, larutan dakin (larutan natrium hipoklorit), larutan asam asetat, dan hydrogen peroksida, yang merupakan jenis-jenis larutan yang bersifat toksik bagi fibroblast, oleh karena itu tidak boleh digunakan untuk membersihkan luka.

Salin, membersihakan luka secara hati-hati dengan menggunakan salin normal dan memasang balutan yang dibasahi salin (basah-basah, basah-lembab) merupakan cara yang sering digunakan untuk menyembuhkan luka dan melakukan debridemen luka (basah-kering). Perawat menggunakan cairan salin untuk mempertahankan permukaan luka agar tetap lembab sehingga dapat menimbulkan perkembangan dan migrasi jaringan epitel. Balutan salin yang lembab hanya boleh digunakan untuk melakukan debridemen luka dan tidak boleh digunakan pada luka dengan granulasi yang bersih.

v Dasar pembersihan luka

Perawat membersihkan luka operasi atau traumatic dengan menggunakan cairan sitotoksik yang diberikan melalui kasa steril atau melaui irigasi. Ada 3 prinsip penting yang harus diperhatikan saat membersihkan luka insisi atau area sekitar drain :

1. Bersihkan dari arah area yang sedikit terkontaminasi, seperti dari luka atau insisi ke kulit disekitarnya atau dari tempat drain ke kulit sekitarnya.

2. Gunakan friksi lembut saat menuangkan larutan ke kulit

3. Saat melakukan irigasi, biarkan larutan mengalir ke area yang kurang terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi.

Biasanya luka lebih diyakini kurang terkontaminasi daripada kulit disekitarnya. Setelah menuangkan larutan ke kasa steril, perawat membersihkan luka ke arah luar. Perawat tidak boleh menggunakan kasa yang sama saat membersihkan insisi atau luka yang kedua kalinya.

Tempat drain sangat terkontaminasi darena drainase yang lembab menjadi tempat berkumpulnya mikroorganisme. Apabila luka memiliki area insisi yang kering dan tempat drain yang lembab, maka pembersihan luka dimulai dari area insisi kea rah drain. Untuk membersihkan area drain, perawat mengusap sekeliling dengan gerakan memutar dari tempat yang terdekat dengan drain kea rah luar. Pada situasi ini, kulit didekat tempat drain lebih terkontaminasi daripada tempat drain itu sendiri. Untuk membersihkan luka yang berbentuk lingkaran, perawat menggunakan teknik yang sama seperti membersihkan sekeliling drain.

v Perawatan jahitan

Jahitan adalah benang atau kawat yang digunakan untuk menjahit jaringan tubuh. Riwayat penyembuhan luka pada klien, daerah operasi, jaringan yang mengalami luka, dan tujuan penjahitan menentukan bahan jahitan yang kan digunakan.

Jahitan tersedia dari berbagai bahan, antara lain, sutera,baja, katun, linen, kawat, nilon, dan dracon. Jahitan dilakukan denagn atau tanpa menggunakan jarum bedah yang tajam. Umumnya yang terlihat adalah staple baja, yaitu suatu jenis penutup kulit bagian luar yang hanya menimbulkan sedikit trauma pada jaringan, selain itu juga lebuh kuat daripada jahitan. Luka juga sering ditutup dengan menggunakan steri-strips, yaitu plaster kupu-kupu steril yang dipasang pada sepanjang kedua tepi luka untuk menjaga tepi luka tetap tertutup.

Pada luka yang dalam, jahitan diberikan diberikan di dalam lapisan jaringan dan dipermukaan luka sebagai cara terakhir untuk menutup luka. Jahitan pada jaringan yang lebih dalam biasanya berasal dari bahan yang mudah diserap dan akan menghilang dalam beberapa hari. Jahitan merupakan benda asing sehingga dapat menimbulkan inflamasi lokal. Dokter bedah dapat meminimalkan cedera jaringan dengan cara menggunakan jahitan yang sehalus dan sekecil mungkin sesuai kebutuhan.

F. Bahan-bahan perawatan luka

v Balutan

Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka balutan tersebut dapat menggangu penyembuhan luka. Pada luka operasi dengan penyembuhan primer, umumnya balutan dibuka segera setelah drainase berhenti. Sebaliknya, jika perawat membalut luka terbuka dengan penyembuhan sekunder, maka balutan tersebut dapat menjadi sarana untuk memindahkan eksudat dan jaringan nekrotik secara mekanik.

Bahan untuk Menutup Luka : Verband dengan berbagai ukuran.

Bahan untuk mempertahankan balutan :Adhesive tapes, dan bandages and binders

Tujuan pembalutan :

1. memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

2. absorbsi drainase

3. menekan dan imobilisasi luka

4. mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

5. mencegah luka dari kontaminasi bakteri

6. membantu hemostasis dengan menekan dressing

7. memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

8. meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka

9. mempertahankan kelembapan yang tinggi diantara luka dengan balutan

v Bahan untuk Membersihkan Luka

1. Alkohol 70%

2. Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane)

3. Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride)

4. Hydrogen Peroxide

5. Natrium Cloride 0,9 %

Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah

6. Larutan povodine-iodine.

Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999). Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).

G. Komplikasi dari luka

a. Hematoma (Hemorrhage)

Hematoma adalah pengumpulan darah lokal dibawah jaringan. Hematoma terlihat seperti bengkak atau massa yang sering berwarna kebiruan. Hematoma yang terjadi didekat arteri atau vena yang besar berbahaya karena tekanan akibat hematoma dapat menghambat aliran darah. Perdarahan eksternal lebih terlihat jelas. Perawat harus mengobservasi semua luka secara ketat, terutama luka operasi yang beresiko tinggi mengalami perdarahan selama 24 sampai 48 jam pertama setelah operasi.

b. Infeksi (Wounds Sepsis)

Infeksi luka merupakan infeksi nosokomial (infeksi yang berhubungan dengan rumah sakit). Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri. Tepi luka juga terlihat mengalami inflamasi. Jika terdapat drainase, maka drainase berbau dan purulen, sehingga menimbulkan warna kuning, hijau, atau coklat bergantung pada jenis organisme penyebabnya. Resiko infeksi lebih besar terjadi jika luka mengandung jaringan mati atau nekrotik, terdapat benda asing pada atau didekat luka, suplai darah serta pertahanan jaringan disekitar luka menurun. Infeksi luka oleh bakteri akan menghambat penyembuhan luka.

Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :

Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan

Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).

Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke system limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.

H. Komplikasi pasca operasi

1. Syok

Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme.

Tanda-tandanya :

- Pucat

- Kulit dingin dan terasa basah

- Pernafasan cepat

- Sianosis pada bibir, gusi dan lidah

- Nadi cepat, lemah dan bergetar

- Penurunan tekanan nadi

- Tekanan darah rendah dan urine pekat.

Pencegahan :

- Terapi penggantian cairan

- Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum

- Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan menggunakan narkotik secara bijaksana

- Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)

- Ruangan tenang untuk mencegah stres

- Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi

- Pemantauan tanda vital

Pengobatan :

- Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan

- Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan

- Pemantauan status pernafasan dan CV

- Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika diindikasikan

- Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)

- Penggunaan beberapa jalur intravena

- Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi) retensi cairan dan edema

2. Hemorrhagi

Jenis :

- Hemorrhagi primer : terjadi pada waktu pembedahan

- Hemorraghi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat

- Hemorraghi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.

Tanda-tanda :

- Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi

- meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

Penatalaksanaan :

- Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok

- Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi

- Inspeksi luka bedah

- Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi

- Transfusi darah atau produk darah lainnya

- Observasi VS.

3. Trombosis Vena Profunda (TVP)

Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial.

Manifestasi klinis :

- Nyeri atau kram pada betis

- Demam, menggigil dan perspirasi

- Edema

- Vena menonjol dan teraba lebih mudah

Pencegahan :

- Latihan tungkai

- Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah

- Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut

- Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama

Pengobatan :

- Ligasi vena femoralis

- Terapi antikoagulan

- Pemeriksaan masa pembekuan

- Stoking elatik tinggi

- Ambulasi dini.

4. Embolisme Pummonal

Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca operatif.

5. Retensi urine

Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.

6. Delirium

Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.

2.2 Pengkajian

· Data umum

1. Nama : Tuan Riko

2. Umur : 20 tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Pekerjaan : Mahasiswa di salah satu PTS di bandung

5. Latar belakang suku : Tidak teridentifikasi

6. Latar belakang budaya : Tidak teridentifikasi

· Anamnesa

- Keluhan umum : 9 hari post operasi tampak dari luka keluar pus

- Faktor penyebab : klien mengalami tabrakan ketika sedang mengendarai sepeda motor dan abdomennya mengenai pagar pembatas jalan.

· Riwayat penyakit

- Riwayat Penyakit Sekarang : klien 9 hari post operasi dan tampak dari luka keluar pus, Jahitan sudah dibuka selang seling dan tampak terbuka.

- Riwayat Penyakit Dahulu : telah melalui prosedur laparatomy.

Kaji riwayat penyakit dahulu pasien. Diabetes melitus, immunosupresif, penyakit kronis (HIV), atau penyakit pembuluh perifer dan lainnya yang akan memperlambat penyembuhan luka.

· Riwayat alergi

Kaji apakah pasien Riwayat alergi baik alergi terhadap makanan, obat-obatan ataupun yang lainnya, serta riwayat pemberian imunisasi tetanus yang lalu.

· Riwayat penggunaan obat

Kaji jenis dan lama obat yang sedang digunakan

- Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera

- Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

- Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

· Pemeriksaan Fisik

v Inspeksi :

- Lokasi dan letak luka : di daerah abdomen, daerah ini termasuk daerah yang labil sehingga berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka

- Stadium luka

Ø Stadium I (Luka Superfisial ) : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan dermis yang hilang

Ø Stadium II ( Luka “Partial Thickness” ): hilangnya lapisan epidermis sampai batas dermis paling atas

Ø Stadium III ( Luka “Full Thickness” ) : lesi terbuka, penetrasi dalam hingga otot atau tulang.

- Warna luka

Ø Luka terkontaminasi ( slough ) : kuning

Ø Jaringan nekrosis : hitam

Ø Luka terinfeksi : hijau

Ø Jaringan bergranulasi : merah

Ø Epithelialisi : merah muda

- Bentuk dan ukuran luka

Termasuk panjang dan lebar luka. Buatlah gambar/ pola luka agar dapat melihat perkembangan luka. Kaji apakah luka meluas, tetap atau ukurannya berkurang.

- Kedalaman luka

Kaji apakah luka membentuk gua atau membentuk sinus / dead space cek dengan memutar searah jarum jam dengan cara memutar lidi watten.

- Eksudat (cairan yang keluar dari luka) apakah purulen-infeksi berbau/ tidak

- Erythema ( tambah banyak / sedikit ), edema ( berat / tidak ), Kondisi umum pada kulit sekitar luka, hematoma ( bertambah banyak/ sedikit )

- Nyeri.....sumber nyeri , frekuensi nyeri , faktor yang mempengaruhi timbul -hilangnya nyeri, respon klien setelah diberi analgesik.

- Tanda-tanda infeksi seperti luka memerah, bengkak, nyeri, jaringan sekitar mengeras, leukosit meningkat, adanya pus.

Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :

Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan

Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih)

Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.

Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.

v Palpasi : CRT, edema, temperatur kulit.

v Pengkajian Infeksi Luka :

Infeksi luka operasi dapat terjadi tergantung banyak hal ,seperti :

1) Jenis operasi yang dikerjakan. Pada operasi dengan jenis ‘contaminated’ / yang tercemar – terkontaminasi tentu saja resiko infeksi nya jauh lebih besar dibandingkan jenis operasi ‘bersih’. Contoh, operasi usus buntu dengan kondisi usus buntu yang sudah bernanah, sudah pecah tentu resiko infeksi yang terjadi jauh lebih besar dibandingkan operasi usus buntu dalam kondisi usus buntu yang masih baik

2) Lokasi target organ yang dioperasi. Operasi yang target organnya berada di rongga perut kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar dengan operasi yang dilakukan di luar rongga perut. Operasi pada daerah anus juga berbeda dengan operasi pada daerah tubuh yang lain.

3) Teknik operasi yang dilakukan. Pada tehnik operasi yang menghasilkan paparan luas, seperti sayatan tengah rongga perut (sayatan median pada jenis operasi laparatomi eksplorasi) tentu resiko infeksi yang terjadi jauh lebih berat dibandingkan sayatan pada pinggir kanan bawah perut (mis pada kasus hernia / usus buntu). Tehnik operasi dengan laparoskopi akan memberikan resiko infeksi yang kecil karena tidak melibatkan banyak otot-otot dan bagian tubuh lain yang harus ‘dirusak’.

4) Adanya penyakit lain yang menyertai. Pasien dengan operasi usus , jika ia juga memiliki penyakit lain seperti TBC, DM / kencing manis, malnutrisi dll maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Selain itu, jika ditemukan lebih dari satu penyakit yang harus dilakukan operasi pada saat bersamaan, misalnya selain menjalani operasi angkat batu empedu / kolesistektomi pasien juga menjalani operasi angkat usus buntu yang meradang / apendisitis, maka komplikasi operasi (termasuk infeksi) yang terjadi dapat lebih besar

5) Keadaan pasien secara umum. Inilah pentingnya pemeriksaan lab dan ronsen sebelum operasi dilakukan. Meskipun demikian pada operasi-operasi yang bersifat emergensi, jika keadaan umum pasien kurang baik (misalnya Hb rendah, demam, nilai-nilai tertentu dari lab yang menurun dari normal), maka operasi tetap dilakukan sambil tetap mengkoreksi keadaan umum yang kurang baik tadi.

6) Kompetensi / kemampuan Dokter Bedah yang melakukan operasi. Jika memang kasusnya harus dilakukan operasi, pilihlah Dokter Bedah yang telah memiliki kompetensi. Beberapa kasus di daerah, ada seorang dokter umum kedapatan sering melakukan tindakan sesar / membantu persalinan lewat operasi. Meskipun akses sayatan yang dilakukan adalah benar, tentu saja seharusnya hal tersebut tidak dibenarkan, karena masalah kompetensi tetap harus dipertimbangkan. Begitu juga pada kasus yang teramat sub spesialistis, selayaknya seorang ahli Bedah Umum dapat merujuk pasiennya ke Dokter yang lebih ahli seperti Bedah digestif, Bedah Urologi dsb.

7) Perilaku Pasien, misalnya setelah menjalani operasi wajib KONTROL ke pada dokter Bedahnya. Sewaktu kontrol pasien menerima sejumlah hak, hak untuk dilihat perkembangan luka operasinya, hak mendapat penjelasan mengenai apa saja yang dilakukan untuk membantu memulihkan kesehatannya post operasi, hak mendapat keterangan-keterangan lain berkaitan dengan operasi yang dijalani. Pasien yang “malas “ kontrol karena merasa luka operasi nya sudah sembuh, biasanya akan mengalami komplikasi operasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pasien-pasien yang setia mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Dokternya. Pasien yang “setia” ‘pada hanya dengan ‘ dokter Bedahnya yang mengoperasi, biasanya akan mengalami komplikasi operasi jauh lebih sedikit dibandingkan pasien lain yang (misalnya) jika mengalami keraguan pada terapi obat yang diberikan, bukan bertanya langsung pada dokter ybs tapi malah mengikuti saran kerabat, teman yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga jalinlah “persahabatan” yang baik dengan Dokter Bedah yang mengoperasi. Jangan sampai mempunyai rasa sungkan, rasa “tidak enak” jika harus bertanya kepada dokter nya untuk sesuatu yang tidak dan ingin diketahui.

· Pengkajian Fisik :

a. System Pernafasan.

Kaji :

- Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.

- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR <>à depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal à gangguan cardiovascular atau rata-rata metabolisme yang meningkat.

- Auscultasi paru à keadekuatan expansi paru, bunyi napas..

- Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.

- Thorax Drain.

b. Sistem Cardiovasculer.

Kaji :

- Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.

- Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung à depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi.

- Nadi meningkat à shock, nyeri, hypothermia.

- Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).

- Homan’s saign à trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).

- Palpasi : CRT ( mengetahui keadekuatan sirkulasi perifer)

c. Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Kaji :

- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.

- Ukur cairan à NG tube, out put urine, drainage luka.

- Kaji intake / out put.

- Monitor cairan intravena dan tekanan darah.

- Kaji riwayat perdarahan

d. Sistem Persyarafan

Kaji :

- Fungsi serebral dan tingkat kesadaran à semua klien dengan anesthesia umum.

- Klien dengan bedah kepala leher : à respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia umum à depresi fungsi motorik.

e. Sistem Perkemihan

Kaji :

- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.

- Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi à retensio urine.

- Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusià abdomen bawah (distensi buli-buli).

- Dower catheter à kaji warna, jumlah urine, out put urine <>à komplikasi ginjal.

f. Sistem Gastrointestinal

Kaji :

- Mual muntah à 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.

- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.

- Kaji paralitic ileus à suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.

- jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.

- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.

o Meningkatkan istirahat.

o Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.

o Memonitor perdarahan.

o Mencegah obstruksi usus.

o Irigasi atau pemberian obat.

g. Sistem Integumen

- Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid ( dapat menekan respon inflamasi sehingga bisa meningkatkan resiko infeksi )

- Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.

- Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :

o Infeksi luka.

o Diostensi dari udema / palitik ileus.

o Tekanan pada daerah luka.

o Dehiscence (tepi luka sulit/tidak dapat menyatu)

o Eviscerasi. (menonjolnya organ-organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui incisi)

· Drain dan Balutan

Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit catat, Jumlah, warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi, dan minimal tiap 8 jam.

· Pengkajian Nyeri

Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative. Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetika.

· Pemeriksaan Laboratorium.

Dilakukan untuk memonitor komplikasi. Pemeriksaan didasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.

a. Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri atau pembedahan.

b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.

c. Hemoglobin ( Hgb ) : mengetahui kadar hemoglobin dalam darah. Pada kasus diketahui bahwa kadar Hb: 9 gr/ dl

d. Hematocrit ( Hct ) : untuk mengetahui perbandingan plasma darah dan sel darah.

e. Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah arteri terutama jika terjadi injuri. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2. .

f. Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi ( penggantian ) cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan.

g. Kimia darah : untuk mengetahui konsentrasi protein plasma darah. Dalam kasus ditunjukkan konsentrasi albumin : 2,1 mg%. hal ini menunjukkan penurunan konsentrasi albimin di dalam darah. Dengan konsentrasi albumin yang menurun berpengaruh terhadap penyembuhan luka.

h. Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap stress.

i. BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.

j. Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin

k. Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan penyembuhan luka laparatomi.

· Pengkajian psiko-sosial

- Psikologis : terjadi gangguan body image, kehilangan rasa percaya diri, stress ( bisa diakibatkan oleh rasa nyeri yang hebat ), mengalami kecemasan.

- Konsep diri : mengkaji pengaruh penyakit klien terhadap bodi image, peran.diri. Apakah terjadi perubahan pada gambaran diri klien setelah dilakukan pembedahan

- Mood : mengkaji apakah ada perubahan mood pada pasien. Mengkaji bagaimana perasaan dan pikiran pasien setelah dilakukan pembedahan. Kaji apakah klien merasa stress. Mengkaji apakah klien depresi atau tidak

- Afek : mengkaji emosi dan sikap klien terhadap penyakitnya. Apakah klien dapat menerima keaadaannya atau tidak. Apakah klien menunjukkan sikap yang baik untuk meningkatkan kesehatannya. Contohnya : mematuhi program pengobatan.

- Social : kemungkinan akan terjadi perubahan peran baik dalam kehidupan, pekerjaan, maupun pergaulannya karena adanya perasaan tidak percaya diri, rasa nyeri yang hebat dan keterbatasan setelah operasi.

Kaji pekerjaan klien: pada kasus disebutkan bahwa klien adalah mahasiswa. Pembedahan dapat menyebabkan perubahan fisik yang menghambat / mencegah seseorang kembali beraktivitas. Mengkaji riwayat pekerjaan klien untuk mengantisipasi efek pada masa pemulihan yang mungkin terjadi akibat pembedahan. Hal ini membuat perawat siap menjelaskan beberapa keterbatasan yang mungkin dialami sebelum klien kembali beraktivitas.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar